Para sarjana yang berjalan di persimpangan
Bermodal gelar tinggi
Tapi tak mampu berbagi
Hargailah Formuli selama 4 tahun ini
Yang tak digapai dengan semudah angin
Keraguan yang menjalar dihati
Rabu, 17 Oktober 2012
Muhammad Faizin
Muhammad Faizin Umar
Kesatria legendaris melebihi tokoh tokoh kartun
Membaca kitab dengan suara semerdu sangsangkala
Harusnya kau bersyukur
Potongan rambut tipis juga ikal menyambut bibir berlipat merah muda
Kaupun bersyukur
Wanita yang kau taksir telah melambangkan bulan purnama
Kata pengantar dari epilog cerita sejarah Darmawan serta Rupawan
Kesatria legendaris melebihi tokoh tokoh kartun
Membaca kitab dengan suara semerdu sangsangkala
Harusnya kau bersyukur
Potongan rambut tipis juga ikal menyambut bibir berlipat merah muda
Kaupun bersyukur
Wanita yang kau taksir telah melambangkan bulan purnama
Kata pengantar dari epilog cerita sejarah Darmawan serta Rupawan
Alur Fakir 2
Siti Nurhaedin
Ibu luar biasa bagi sang buah hati
Matahari yang menghidupi keluarga pinggir kali
Dengan kencringan uang logam di saku celana
Akupun bisa membuat sinopsis dari kisah hidupmu
Upacara pengibar bunga mawar merah
Talenta seorang fakir yang berusaha memutar roda nasib
Talenta tersembunyi yang terpendam dari sosok pemimpi itu
Kau inspirasiku
Ibu luar biasa bagi sang buah hati
Matahari yang menghidupi keluarga pinggir kali
Dengan kencringan uang logam di saku celana
Akupun bisa membuat sinopsis dari kisah hidupmu
Upacara pengibar bunga mawar merah
Talenta seorang fakir yang berusaha memutar roda nasib
Talenta tersembunyi yang terpendam dari sosok pemimpi itu
Kau inspirasiku
Kenangan Orang Tua
Foto yang telah robek serta usang
Mengingatkan pada orang seribu sayang
Cinta kasihku tak luput
Walau kau telah tiada
Aku yatim piatu
Dengan menggenggam bunga kamboja yang telah kuyup
Bertemu dengan hujan deras yang mengguyur aku
Seakan samudra berkibar dan engkau melayang
Pergilah dengan tenang
Semenanjung kubur telah selara aku
Dinginnya es telah sedingin aku
dan tenangnya air setenang aku
06 Oktober Silam
06 Oktober silam
kau bombardir siluet rok para remaja
dengan rasa geram yang berkecambuk
Setara tentara veteran perang Iraq
06 Oktober silam
Kau kejutkanku dengan pandangan matamu
Dengan segelinding buah durian
dan sepucuk tinta darah dipipi
Akulah Dia
Tentara pengubar nafsu
Dengan sejuta akhirat lamunan waktu
Senja kaisar . . . Setara pagi
Karena aku hidup sejuta tahun
Dengan sekuntum bunga kuyup
dan sejuta rawa rawa senyuman
Mengertilah . . . bahwa aku lelaki
Bukan setara bendera berkibar
Dengan awan mentari berkumandang
Dengan sejuta akhirat lamunan waktu
Senja kaisar . . . Setara pagi
Karena aku hidup sejuta tahun
Dengan sekuntum bunga kuyup
dan sejuta rawa rawa senyuman
Mengertilah . . . bahwa aku lelaki
Bukan setara bendera berkibar
Dengan awan mentari berkumandang
Sabtu, 06 Oktober 2012
Alur Para Fakir
Bagai ilustrasi pembagi waktu
Bagai jiwa - jiwa sebuah manusia
Bagai kisah malam berbumbu senja
Udin Nurhaedin
Pemulung berotak cerdik
Berambut gondrong dengan sepuntung rokok yang kau beli semalam
Lelaki idaman memberi isyarat kepada orang orang kecil yang tak takjub kepada sebuah mimpi
Rokok pun mulai habis ...
Kau hisap dengan penuh khidmat
melalui pola pikirmu yang invisiable
Tanpa dipikir lagi ...
Kau memutar balik dunia dengan senyum lesumu
Bagai jiwa - jiwa sebuah manusia
Bagai kisah malam berbumbu senja
Udin Nurhaedin
Pemulung berotak cerdik
Berambut gondrong dengan sepuntung rokok yang kau beli semalam
Lelaki idaman memberi isyarat kepada orang orang kecil yang tak takjub kepada sebuah mimpi
Rokok pun mulai habis ...
Kau hisap dengan penuh khidmat
melalui pola pikirmu yang invisiable
Tanpa dipikir lagi ...
Kau memutar balik dunia dengan senyum lesumu
Senin, 24 September 2012
Ziarahku
Aku baru mengingat
Cucuran darah dari air mataku
bercampur dengan pilu yang berputar
Oh ya...
Ziarahku membuat kau tersenyum
Rumah barumu hanya persegi panjang
Teman barumu hanya bunga kamboja
Itu membuatku terpuruk
Pergi dan tak pernah kembali
Sisa air mataku seka dengan hampa
Ku menyadari kau telah mati....
Cucuran darah dari air mataku
bercampur dengan pilu yang berputar
Oh ya...
Ziarahku membuat kau tersenyum
Rumah barumu hanya persegi panjang
Teman barumu hanya bunga kamboja
Itu membuatku terpuruk
Pergi dan tak pernah kembali
Sisa air mataku seka dengan hampa
Ku menyadari kau telah mati....
Bertahanlah
Bertahanlah disini
Bila kau pergi hatiku menjerit
Air mataku kan menetes
Dan mungkin jiwaku akan rapuh
Jika memang kau ada untukku
Jika memang kau tercipta untukku
Janganlah kau pergi lagi
Janganlah kau menghilang lagi
Seperti dedaunan kering yang terbang
Melayang tertutup surga dunia
Aku akan menangis bila perlu
Cucuran air mata yang dingin
memberi cinta dan semangat
Bila kau pergi hatiku menjerit
Air mataku kan menetes
Dan mungkin jiwaku akan rapuh
Jika memang kau ada untukku
Jika memang kau tercipta untukku
Janganlah kau pergi lagi
Janganlah kau menghilang lagi
Seperti dedaunan kering yang terbang
Melayang tertutup surga dunia
Aku akan menangis bila perlu
Cucuran air mata yang dingin
memberi cinta dan semangat
Kenangan itu
Ku menangis di pohon rindang
Tak menggubris pepatah alam
Menghayal dan menyesalinya
ku tak melihat senyum matahari itu
Kaulah kopi bagiku
Yang kuingat tegukan pertama mu
Saat melangkah sendiri
Ku tak mengenal diriku lagi
Tak menggubris pepatah alam
Menghayal dan menyesalinya
ku tak melihat senyum matahari itu
Kaulah kopi bagiku
Yang kuingat tegukan pertama mu
Saat melangkah sendiri
Ku tak mengenal diriku lagi
Wanita
Kau berjalan dijalan Tuhan
Memberi harapan bulan purnama
Satu kata sejuta cinta
Merambat menjadi sajak kehidupan
Kaulah perantara sumber kehidupan
Disakiti demi suatu harapan
Berjalan dengan telapak kaki terbuka
Karuniamu tak tertandingi lagi
IBU...
Memberi harapan bulan purnama
Satu kata sejuta cinta
Merambat menjadi sajak kehidupan
Kaulah perantara sumber kehidupan
Disakiti demi suatu harapan
Berjalan dengan telapak kaki terbuka
Karuniamu tak tertandingi lagi
IBU...
Kenangan
Ku menangis meninggalkannya
Meninggalkan kampung halaman tercinta
Lara hati ini
Bagai secangkir kopi yang tumpah
Kau yang ku kenang
Seakan terus melekat di hatiku
Terbenam jiwaku disini
Kaulah yang membuat ini lebih berarti
Kenangan ...
Meninggalkan kampung halaman tercinta
Lara hati ini
Bagai secangkir kopi yang tumpah
Kau yang ku kenang
Seakan terus melekat di hatiku
Terbenam jiwaku disini
Kaulah yang membuat ini lebih berarti
Kenangan ...
Idolaku
Ini dia idola sekaligus inspirasi untuk ku.
Chairil anwar, dilahirkan di Medan 26 Juli 1922, ia dibesarkan dalam keadaan ibu bapaknya bercerai. Kemudian setelah lulus SMA dia ikut ibunya ke Jakarta. Semasa kecilnya ia sangat dekat dengan neneknya sampai akhirnya neneknya meninggal. Ia melukiskan kesedihannya dengan membut puisi yang amat sedih :
Bukan kematian benar yang menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta
Chairil anwar, dilahirkan di Medan 26 Juli 1922, ia dibesarkan dalam keadaan ibu bapaknya bercerai. Kemudian setelah lulus SMA dia ikut ibunya ke Jakarta. Semasa kecilnya ia sangat dekat dengan neneknya sampai akhirnya neneknya meninggal. Ia melukiskan kesedihannya dengan membut puisi yang amat sedih :
Bukan kematian benar yang menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta
Setelah neneknya meninggal, ia ditinggalkan oleh orang yang paling ia cintai yaitu ibunya. tak berapa lama kemudian chairil menikah dengan wanita asal karawang, Hapsah namanya. Pernikahan itu tak berlangsung lama , mereka akhirnya bercerai pada saat anak mereka berusia 7 bulan.
Umur chairil memang tidak panjang , hanya 27 tahun. namun karyanya kan terkenang hingga kini.
Berikut adalah puisi karangan chairil anwar
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu-sedan itu
Aku ini binatang jalan
Dari kumpulannya terbuang
Aku ini binatang jalan
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Pertama
Namaku Anas Aulia Rahman, sekarang umurku 13 tahun, aku bercita cita sebagai penyair ,Nama panggilanku ialah Chairil anwar Cilik,. Chairil Anwar. Aku menyukai puisi sejak beberapa tahun yang lalu. Puisi seperti membuat hidupku menjadi lebih hidup. Menemani malamku saat secangkir Kopi tak ada. Selamat menikmati hasil puisiku.
SEMOGA SELALU MENIKMATI HASIL KARYAKU INI
SEMOGA SELALU MENIKMATI HASIL KARYAKU INI
Langganan:
Postingan (Atom)